
Jakarta, 11 Februari 2025 – Sidang lanjutan kasus dugaan pemalsuan dokumen terkait sengketa tanah Pramuka kembali bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam persidangan kali ini, terdakwa Gunawan Muhammad melalui kuasa hukumnya, Sulasmin, SH, menyampaikan pledoi yang menyoroti kelemahan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) serta menegaskan bahwa kliennya tidak dapat dipidana atas perkara ini.
Gunawan Muhammad didakwa melanggar Pasal 263 ayat 2 KUHP dengan ancaman hukuman 3 tahun 6 bulan penjara. Namun, kuasa hukum menilai dakwaan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat. “Unsur-unsur dalam pasal yang didakwakan tidak terpenuhi, karena belum ada putusan hukum yang menyatakan dokumen Girik C 329 sebagai palsu,” ujar Sulasmin.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Gunawan Muhammad hanya bertindak sebagai kuasa jual atas tanah yang bersumber dari Girik C 329 dan bukan sebagai pemilik. “Jika dokumen girik itu tidak sah, maka seharusnya yang bertanggung jawab adalah pemiliknya, bukan penerima kuasa yang hanya menjalankan tugas berdasarkan surat kuasa,” tambahnya.
Dalam pledoinya, kuasa hukum juga mempertanyakan legalitas gugatan yang diajukan pelapor, PT Bumi Tentram Waluya. Menurut Sulasmin, perusahaan tersebut tidak memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dalam sistem perizinan yang berlaku, sehingga status hukumnya perlu dipertanyakan. “Bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang tidak terdaftar secara legal dapat menjadi pelapor dalam kasus ini?” katanya.
Selain itu, Sulasmin menyoroti keterlibatan Inggard Joshua, mantan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, yang kini menjabat sebagai direktur PT Bumi Tentram Waluya. Keberadaannya dalam perusahaan yang melaporkan Gunawan Muhammad menimbulkan pertanyaan besar. “Apakah ini murni perkara hukum atau ada kepentingan lain yang bermain?” ucapnya.
Kasus ini berawal dari gugatan PT Bumi Tentram Waluya terhadap delapan pihak dalam sengketa tanah Pramuka, yang telah ditolak oleh pengadilan dalam perkara No. 634/PDT.G/2016/PN.JKT.PST. Namun, pada tahun 2021, perusahaan tersebut kembali mengajukan laporan ke Bareskrim Polri, hingga akhirnya kasus ini disidangkan di PN Jakarta Pusat pada 2024.
Gunawan Muhammad dalam pembelaannya menegaskan bahwa ia hanya menjalankan amanah sebagai kuasa jual berdasarkan Surat Kuasa Menjual No. 53 yang dibuat di hadapan Notaris Jelly Eviana, SH, MH pada 29 Juni 2013. Namun, kuasa hukum menuding jaksa tidak memasukkan dokumen ini sebagai alat bukti yang sah. “Selain itu, ada dugaan jaksa menggunakan Akta Perjanjian Kerjasama No. 170 tanggal 18 April 2005, yang sebenarnya sudah dibatalkan dengan Akta Pembatalan No. 13.733/L/2005 pada hari yang sama,” papar Sulasmin.
Sidang ini menjadi perhatian publik mengingat kompleksitas sengketa tanah yang berkepanjangan dan melibatkan berbagai pihak dengan kepentingan berbeda. Kuasa hukum berharap majelis hakim dapat bersikap objektif dalam memutus perkara ini. “Kami meminta majelis hakim mempertimbangkan legal standing pelapor yang lemah serta bukti-bukti yang kami ajukan. Jika tidak ada dasar hukum yang kuat, maka dakwaan seharusnya ditolak,” tutupnya.
Sidang masih akan berlanjut dengan agenda berikutnya, sementara publik menantikan keputusan akhir yang akan menentukan arah kasus ini di masa depan.